Sabtu, 17 Oktober 2015

Perkembangan Peserta Dididk dan Psikologi Pendidikan



Hasil gambar untuk perkembangan peserta didik


PENGERTIAN PSIKOLOGI
Secara etimologi psikologi berasal dari kata “Psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup dan “logos” yang berarti ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikoligi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Jika kita mengacu padasalah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kitamengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung.
Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dandikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individudalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapatdiartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum ( general phsychology)yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilakuindividu dalam situasi khusus, diantaranya :
–          Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
–          Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
–          Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
–          Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
–          Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan duniaindustri.
–          Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikanDisamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang,sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks.Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telahmemiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
–          Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yangterlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
–          Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studilongitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
–            Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.Dengan demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji prilaku individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu,dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan.Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar.
Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan formal,seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layananBimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang didalamnya membutuhkan psikologi. Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang didalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik administrator, madyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien,maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sudah sejak lama bidang psikologi pendidikan telah digunakan sebagai landasan dalam pengembangan teori dan praktek pendidikan dan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pendidikan, diantaranya terhadap pengembangan kurikulum, sistem pembelajaran dan sistem penilaian.
B.     PSIKOLOGI PENDIDIKAN
       a.      Pengertian pendidikan
Beberapa definisi mengenai pendidikan dapat dikemukakan di bawah ini :
M.J. Langeveld (1995) :
  • Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.
  • Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya, agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila.
  • Pendidikan adalah usaha mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung jawab.
Stella van Petten Henderson
Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial. Kohnstamm dan Gunning (1995) : Pendidikan adalah pembentukan hati nurani. Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penetuan-diri secara etis, sesuai denga hati nurani.
John Dewey (1978)
Aducation is all one with growing; it has no end beyond itself. (pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan; pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir di balik dirinya).
H.H Horne
Dalam pengertian luas, pendidikan merupakan perangkat dengan mana kelompok sosial melanjutkan keberadaannya memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan ideal-idealnya.
Encyclopedia Americana (1978) :
  • Pendidikan merupakan sebarang proses yang dipakai individu untuk memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan sikap-sikap ataupun keterampilan-keterampilan.
  • Pendidikan adalah segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis dan intensional dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
Dari berbagai definisi tersebut di atas dapat kita kita simpulkan bahwa pendidikan merupakan gejala insani yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban. Pendidikan juga merupakan bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, agar anak belajar mengenali jatidirinya yang unik, bisa bertahan hidup, dan mampu memiliki, melanjutkan-mengembangkan warisan-warisan sosial generasi yang terdahulu.
Menurut Whiterington (1982:10) bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Itu artinya bahwa tindakan-tindakan belajar yang berlangsung secara terus menerus akan menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan perilaku sesuai dengan tingkatan pembelajaran yang dilalui oleh individu sendiri melalui proses belajar-mengajar, karena itu untuk mencapai hasil yang diharapkan, metode dan pendekatan yang benar dalam proses pendidikan sangat diperlukan.
Dalam buku Drs. Alex Subor, M,Si. mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi pendidikan  yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar.
       b.      Bahasan Psikologi Pendidikan
Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam yaitu :
1.     Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan sebagainya.
2.     Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya.
3.     Mengenai situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik.
Sementara menurut Samuel Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan, yaitu :
1.     Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (The science of educational psychology)
2.     Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity)
3.     Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).
4.     Perkembangan siswa (growth).
5.     Proses-proses tingkah laku (behavior proses).
6.     Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
7.      Faktor-faktor yang memperngaruhi belajar (factors that condition learning)
8.     Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning).
9.     Pengukuran, yakni prinsip-prinsip  dasar dan batasan-batasan pengukuran atau evaluasi. (measurement: basic principles and definitions).
10. Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters)
11.  Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement).
12. Ilmu statistic dasar (element of statistics).
13. Kesehatan rohani (mental hygiene).
14.  Pendidikan membentuk watak (character education).
15.  Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah. (Psychology of secondary school subjects).
16.  Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school).
Dalam proses belajar-mengajar dapat dikatakan bahwa inti permasalahan psikiologis terletak pada anak didik, bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik, namun dalam hal seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia telah melalui proses pendidikan dan kematangan psikologis sebagai suatu kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”
        c.       Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in put, proses dan out pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu lainnya. Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metode penyampaiannya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis kompetensi, yang pada intinya menekankan pada upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian psikologis terutama berkenaan dengan aspek-aspek:
(1) kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks;
(2) pengalaman belajar siswa;
(3) hasil belajar (learning outcomes), dan
(4) standarisasi kemampuan siswa.
       d.      Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran.
Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
  • Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan
  • Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
  • Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
  • Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
  • Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
  • Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun
termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
  • Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
  • Untuk belajar diperlukan insight.
  • Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami.
  • Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan tujuan lain.
  • Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
  • Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
  • Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar
       e.       Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.Kita mengenal sejumlah tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal.
Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
       f.       Tujuan dan Proses Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberi arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.  Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi penting diantara komponen-komponen pendidikan lainnya. Dapat dikatakan bahwa seluruh komponen dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga harus dicegah terjadinya. Di sini terlihat bahwa tujuan pendidikan itu bersifat normatif, yaitu mengandung unsur norma yang bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai hidup yang baik.
Sehubungan dengan fungsi tujuan yang sangat penting itu, maka suatu keharusan bagi pendidik untuk memahaminya. Kekurangpahaman pendidik terhadap tujuan pendidikan dapat mengakibatkan kesalahpahaman di dalam melaksanakan pendidikan. Gejala demikian oleh Langeveld disebut salah teoritis (Umar Tirtarahardja dan La Sula, 37 : 2000).
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lain saling tergantung. Walaupun komponen-komponennya cukup baik, seperti tersedianya prasarana dan sarana serta biaya yang cukup, juga ditunjang dengan pengelolaan yang andal maka pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara optimal. Demikian pula bila pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi serba kekurangan, akan mengakibatkan hasil yang tidak optimal.
       g.        Unsur-Unsur Pendidik
Proses pendidikan melibatkan banyak hal, yaitu :
  • Subjek yang dibimbing (peserta didik).
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya
  • Orang yang membimbing (pendidik).
Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, pelatihan, dan masyarakat/ organisasi.
  • Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif).
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan memanifulasikan isi, metode serta alat-alat pendidikan. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan).
  • Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak. Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas sehingga sulit untuk dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan yang ditujukan kepada peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, dan waktu tertentu dengan menggunakan alat tertentu.
  • Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan).
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat nasional yang mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan.
  • Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).
Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
  • Tempat peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Lingkungan pendidikan biasa disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
  • Tugas dan Peran Guru dalam Proses Belajar-Mengajar Kegiatan Proses belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams & Decey dalam Basic Principles Of Student Teaching, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partissipan, ekspeditor, perencana, suvervisor, motivator, penanya, evaluator dan konselor.
       h.      Tugas Guru
Guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.
Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari “citra” guru di tengah-tengah masyarakat.
        i.        Peran Seorang Guru
Dalam Proses Belajar Mengajar Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangar signifikan dalam proses belajar mengajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai:
  • Demonstrator
  • Manajer/pengelola kelas
  • Mediator/fasilitator
Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan sebagai:
  • Pengambil insiatif, pengarah dan penilai kegiatan
  • Ahli dalam bidang mata pelajaran
  • Penegak disiplin
  • Pelaksana administrasi pendidikan
  • Sebagai Pribadi
Sebagai dirinya sendiri guru harus berperan sebagai:
  • Petugas sosial
  • Pelajar dan ilmuwan
  • Orang tua
  • Teladan
  • Pengaman
Secara Psikologis peran guru adalah:
  • Ahli psikologi pendidikan
  • Relationship
  • Catalytic/pembaharu
  • Ahli psikologi perkembangan.

         j.        Peran Pendidik dalam Dunia Pendidikan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 5 bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan menurut ayat 6 Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Proses belajar/mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi dan sampai sejauh mana kita mengubah lingkungan, presentasi dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung (Lozanov, 1978). Dalam hal ini pengaruh dari peran seorang pendidik sangat besar sekali. Di mana keyakinan seorang pendidik atau pengajar akan potensi manusia dan kemampuan semua peserta didik untuk belajar dan berprestasi merupakan suatu hal yang penting diperhatikan.
Aspek-aspek teladan mental pendidik atau pengajar berdampak besar terhadap iklim belajar dan pemikiran peserta didik yang diciptakan pengajar. Pengajar harus mampu memahami bahwa perasaan dan sikap peserta didik akan terlihat dan berpengaruh kuat pada proses belajarnya. (Bobbi DePorter : 2001) Proses pendidikan merupakan totalitas ada bersama pendidik bersama-sama dengan anak didik; juga berwujud totalitas pengarahan menuju ke tujuan pendidikan tertentu, disamping orde normatif guna mengukur kebaikan dan kemanfaatan produk perbuatan mendidik itu sendiri. Maka perbuatan mendidik dan membentuk manusia muda itu amat sukar, tidak boleh dilakukan dengan sembrono atau sambil lalu, tetapi benar-benar harus dilandasi rasa tanggung jawab tinggi dan upaya penuh kearifan.
Barang siapa tidak memperhatikan unsur tanggung jawab moril serta pertimbangan rasional, dan perbuatan mendidiknya dilakukan tanpa refleksi yang arif, berlangsung serampangan asal berbuat saja, dan tidak disadari benar, maka pendidik yang melakukan perbuatan sedemikian adalah orang lalai, tipis moralnya, dan bisa berbahaya secara sosial. Karena itu konsepsi pendidikan yang ditentukan oleh akal budi manusia itu sifatnya juga harus etis. Tanpa pertanggungjawaban etis ini perbuatan tersebut akan membuahkan kesewenang-wenangan terhadap anak-didiknya.
Peran seorang pengajar atau pendidik selain mentransformasikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada anak didik juga bertugas melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hal ini sesuai dengan UU Republik Indonesia No. 20 Pasal 39 ayat 2.  Di samping itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab, bahwa di dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam cara yang sesuai dengan keadaan peserta didik Di mana selain peran yang telah disebutkan di atas, hal yang perlu dan penting dimiliki oleh pendidik yaitu pendidik harus mengetahui psikologis mengenai peserta didik. Dalam proses pendidikan persoalan psikologis yang relevan pada hakikatnya inti persoalan psikologis terletak pada peserta didik, sebab pendidikan adalah perlakuan pendidik terhadap peserta didik dan secara psikologis perlakuan pendidik tersebut harus selaras mungkin dengan keadaan peserta didik. (Sumardi Suryabrata : 2004)
       k.      Peran Pendidik dalam Proses Belajar-Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar ini memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Peran guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar (teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor) dan manager belajar (learning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya. Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran, masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh komputer yang paling modern sekalipun.
Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem, nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan Iain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya. Namun harus diakui bahwa sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang cepat (di Indonesia 2,0% atau sekitar tiga setengah juta lahir manusia baru dalam satu tahun) dan kemajuan teknologi di lain pihak, di berbagai negara maju bahkan juga di Indonesia, usaha ke arah peningkatan pendidikan terutama menyangkut aspek kuantitas berpaling kepada ilmu dan teknologi. Misalnya pengajaran melalui radio, pengajaran melalui televisi, sistem belajar jarak jauh melalui sistem modul, mesin mengajar/ komputer, atau bahkan pembelajaran yang menggunak system E-learning (electronic learning) yaitu pembelajaran baik secara formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti internet, CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lain-lain (Lende, 2004). Akan tetapi, e-learning pembelajaran yang lebih dominan menggunakan internet (berbasis web).
Sungguhpun demikian guru masih tetap diperlukan. Sebagai contoh dalam pengajaran modul, peranan guru sebagai pembimbing belajar justru sangat dipentingkan. Dalam pengajaran melalui radio, guru masih diperlukan terutama dalam menyusun dan mengembangkan disain pengajaran. Demikian halnya dalam pengajaran melalui televisi.  Dengan demikian dalam sistem pengajaran mana pun, guru selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, hanya peran yang dimainkannya akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem ter¬sebut. Dalam pengajaran atau proses belajar mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada gurulah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Lantas, apa sesungguhnya belajar itu ? Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :
  • Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
  • Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
  • Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.
  • Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
  • Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
  • Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman”
         l.        Perubahan Prilaku
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.’
4. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.
6. Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap danketerampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk :
  • Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
  • Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
  • Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapanintelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
  • Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
  • Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
  • Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
  • Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
  • Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
  • Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.
  • Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
  • Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
  • Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
  • Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
    Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan aspek-aspeknya.
       m.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar
Secara umum factor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu factor internal dan factor eksternal . kedua factor tersebut saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
1)      Faktor internal
Faktor internal adalah factor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Factor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis dan factor psikologis.
Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah factor-factor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Factor-factor ini dibedakan menjadi dua macam.
  • keadaan tonus jasmani
Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :
a)    menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk kedalam tubuh, karena  kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu, dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar,
b)   rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat;
c)    istirahat yang cukup dan sehat.
  • keadaan fungsi jasmani/fisiologis.
Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan pintu  masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh lkarena itu, baik guru maupun siswwa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.
Factor psikologis
Factor–faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa factor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.
  • kecerdasan /intelegensia siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemmpuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hamper seluruh aktivitas manusia.
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill sebagai berikut ((Fudyartanto  2002).
Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision
Tingkat kecerdasan (IQ)
Klasifikasi
140 – 169
Amat superior
120 – 139
Superior
110 – 119
Rata-rata tinggi
90 – 109
Rata-rata
80 – 89
Rata-rata rendah
70 – 79
Batas lemah mental
20 — 69
Lemah mental
Dari table tersebut, dapat diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia, yaitu:
1.     Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ 140—IQ 169;
2.     Kelompok kecerdasan superior merenytang anatara IQ 120—IQ 139;
3.     Kelompok rata-rata tinggi (high average) menrentang anatara IQ 110—IQ 119;
4.     Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90—IQ 109;
5.     Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80—IQ 89;
6.     Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70—IQ 79;
7.     Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20—IQ 69, yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil, idiot.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi kamampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu megarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada siswa.
  • Motivasi
Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsic relaatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsic untuk belajar anatara lain adalah:
a.     Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;
b.     Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
c.     Adanaya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebaginya.
d.     Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah factor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
  • Minat
Secara sederhana,minaat (interest) nerrti kecemnderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Anatara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang  studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
  • Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas,seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaranyang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkansiswa bahwa bidang studi yang dipelajara bermanfaat bagi ddiri siswa.
  • Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat yang dimilkinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar jug dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
2)      Factor-faktor eksogen/eksternal
Selain karakteristik siswa atau factor-faktor endogen, factor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktaor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu factor lingkungan social dan factor lingkungan nonsosial.
Lingkungan social
a)      Lingkungan social sekolah, seperti ggggggguru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
b)      Lingkungan social massyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
c)      Lingkungan social keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
Lingkungan non social. 
a)      Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan factor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
b)      Factor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain sebagainya.
c)      Factor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Factor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga denganmetode mengajar guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.
C.    PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Psikologi perkembangan dirumuskan sebagai ilmu yang membahas tingkah laku manusia yang sedang dalam taraf perkembangan yang sangat pesat. Psikologi perkembangan memusatkan pembahasan terhadap perubahan-perubahan tingkah laku, dalam rangka pembentukan manusia yang lebih matang
 Berdasarkan pendapat beberapa ahli, psikologi perkembangan itu dapat diartikan sebagai
1.     “… That branch of psychology which studies processes of pra and post natal growth and the maturation of behavior” artinya psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologis yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku. (J.P.Chaplin, 1979)
2.     Psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati. (Ross Vasta, dkk 1992)
Kedua pendapat diatas menunjukan bahwa psikologi perkembangan merupakan salah satu bidang psikologi yang memfokuskan kajian atau pembahasannya mengenai perubahan tingkah laku dan proses perkembangan dari masa konsepsi (pra-natal) sampai mati.
a. Pengertian Perkembangan
Para ahli psikologi setuju dengan pengertian perkembangan sebagai suatu proses perubahan yang mengarah pada kemajuan. Perkembangan menyebabkan tercapainya kemampuan dan sifat-sifat psikis yang baru. Perubahan yang dimaksudkan sebagai pencapaian sifat-sifat psikis yang baru, tidak terlepas dari perubahan yang terjadi pada struktur biologis, meskipun tidak semua perubahan-perubahan kemampuan dan sifat-sifat psikis dipengaruhi oleh perubahan struktur biologis.  Atau dengan kata lain Perkembangan dapat dikatakan sebagai proses perubahan  fungsi-fungsi psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis, ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam kurun waktu tertentu menuju kedewasaan. Perkembangan dapat diartikan pula sebagai proses transmisi dari konstitusi psiko-fisik yang herediter, dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan yang menguntungkan.
Perkembangan  menunjukan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju kedepan dan tidak dapat di ulang kembali. Dalam perkembangan manusia terjadi perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat di ulangi. Perkembangan menunjukan pada perubahan-perubahan dalam suatu arah yang bersifat tetap dan maju.
Perubahan struktur biologis yang berkaitan dengan perkembangan psikis adalah pertumbuhan dan kematangan. pertumbuhan menunjukan perubahan kuantitaf, Nampak dalam perubahan ukuran dan struktur tubuh. Perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan didalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan bersifat tetap dari fungsi fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pematangan dan belajar. Perkembangan menghasilkan bentuk bentuk dan cirri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ketahap yang lebih tinggi.
b.      Prinsip-prinsip perkembangan

  • Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti
Manusia secara terus menerus berkembang atau berubah, yang dipengaruhi oleh pengalaman atau belajar sepanjang hidupnya.
  • Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi
Setiap aspek individu baik fisik, emosi, intelegensi maupun social, satu sama lainnya saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek tersebut.
  • Perkembangan itu mengikuti pola atau arah tertentu
Setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya.
  • Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan
Perkembangan fisik dan mental mencapai kematangannya terjadi pada waktu yang berbeda (ada yang cepat dan ada yang lambat)
bergaul dengan orang lain)
  • Setiap individu yang normal mengalami tahapan/fase perkembangan
Dalam mengadapi hidup yang normal dan berusia panjang individu akan mengalami fase-fase perkembangan: bayi, kanak-kanak, anak, remaja, dewasa dan masa tua.
  • Pertumbuhan sebagai proses “menjadi”
Setiap organisme selalu mempunyai prinsip selalu berproses untuk “menjadi”. Dengan kemauannya anak mampu melakukan seleksi atau pilihan, juga mampu melati fungsi-fungsinya dengan satu kebebasan. Dan kemudian di hari anak berusaha menjadi pribadi menurut konsep, cita-cita, dan keinginan sendiri.
  • Paduan antara dorongan-dorongan mempertahankan diri dan pengembangan diri
Pada setiap orang terdapat dorongan fisik dan psikis untuk mempertahankan diri dan mempertahankan hidupnya. Berkat dorongan mempertahankan diri seseorang akan menyimpan segala pengalaman yang berguna.selanjutnya oleh pengalaman-pengalaman tersebut orang itu akan semakin menjadi pandai dan matang.
  • Idividualitas anak dan perbedaan individual
Sejak saat kelahiran, bayi sudah menampakan cirri-ciri dan tingkah laku karakteristik yang individual. Setiap bayi yang satu dengan yang lain sudah memiliki perbedaan karakteristik, ada yang lebih sigap-kokoh, lebih aktif, sepat lapar ada yang tidak. Ada bayi-bayi yang sangat peka, mudah terkejut dan takut, suka rewel ada juga yang tidak.karena perbedaan-perbedaan individual yang karakteristik tesebut individu anak merupakan pribadi yang kha dan unik.
  • Anak sebagai makhluk sosial
Seorang anak yang berdiri sendiri dan terpisah secara total dari masyarakat serta pengaruh cultural orang dewasa, tidak mungkin dia menjadi anak normal. Tanpa bantuan orang dewasa/manusia lain dan lingkungan sosialnya anak tidak akan mungkin mencapai taraf kemanusiaan yang seharusnya.
  • Hukum konvergensi
Hukum konvergensinya menyatakan adanya kerjasama antara faktor kodrati dan faktor social. Setiap perkembangan anak, faktor hereditas atau endogen dan faktor lingkungan itu harus bekerja sama. Kedua-duanya saling melibatkan damn mempengaruhi satu sama lain, faktor tersebut memberikan pengaru besar pada proses perkembangan anak.
  • Pemenuhan kebutuhan sebagai sumber dinamis dari aktivitas anak.
Stiap individu anak dan orang dewasa selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu utntuk mempertahankan hidupnya. Kebutuhan kebutuhan tersebut menuntut untuk dipenuhi sehingga tidak terjadi ketegangan batin, konflik-konflik batin dan frustasi.
  • Penggunaan fungsi-fungsi secara spontan sebagai tanda kemampuan tubuh
Jika kapasitas-kapasitas untuk berbuat, berfikir dan merasakan pada anak sudah matang anak akan didorong oleh impuls-impulsyang kuat untuk menggunakannya. Misalnya jika peralatan untuk menelungkup sudah “matang”, anak secara spontandan otoatis akan berusaha menelungkupkan dirinya, tanpa ada satu rangsangan dari luar dan dia akan berusaha menghindari semua rintangan yang menghambat usaha belajar menelungkupnya.
  • Kematangan dan masa peka
pertumbuhan dan kematangan berlangsung diluar control dan kemauan manusia. Namun, dapat dinyatakan bahwa setiap pengalaman yang positif dapat mengembangkan poribadi anak. Oleh pengalaman tersebut anak menjadi matang dan penghayatan hidupnya akan bertambah luas.
  • Perjuangan sebagai ciri perkembangan
Hidup ini merupakan suatu perjuangan yang tidak kunjung hentinya. Perjuangan tersebut mula-mula untuk mencapai taraf kedewasaan, kemudian untuk mencapai penyempurnaan diri sebagai manusia.
  • Pemulihan diri dan revisi terhadap kebiasaan.
Dalam masa perkembangan anak itu terdapat apa yang disebut sebagai saat-saat kritis, dimana bisa berlangsung titik patah/breaking point. Pada peristiwa ini pengalaman-pengalaman tertentu akan meninggalkan akibat buruk berupa cedera rohaniahyang para pada anak yang sukar dipulihkan. Dalam proses perkembangan anak memiliki kemampuan untuk memikul kemalangan dan derita dan kemampuannya untuk memulihkan diri atau meyembuhkan diri sendiri dari hal-hal tersebut.
  • Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas
Contohnya sampai pada usia dua tahun anak memusatkan untuk mengenal lingkungannya, menguasai gerak-gerik fisik dan belajar berbicara dan pada usia tiga sampai enam tahun, perkembangan dipusatkan untuk menjadi manusia social (belajar
c.       Fase-Fase Perkembangan
Dalam  ilmu jiwa perkembangan kita kenal beberapa pembagian masa hidup anak, yang disebut sebagai fase atau perkembangan. Berikut adalah pembagian fase-fase perkembangan menurut beberapa ahli
(Thornburg, 1984)
Thornburg menyatakan bahwa perkembangan berlangsung secara terus menerus disepanjang kehidupan seseorang, mulai dari masa konsepsi sampai berakhirnya kehidupan orang itu. perkembangan itu berLangsung secara bertahap yang setiap tahap terdiri atas beberapa periode umur. Berikut adalah tahap-tahap perkembangan yang dimaksud:
  • Masa bayi 0 – 2 tahun
1.     Periode dalam kandungan            : mulai dari konsepsi hingga lahir
2.     Periode baru lahir.             : lahir sampai umur 4 atau 6 minggu
3.     Periode bayi                      : umur 4 atau 6 minggu sampai 2 tahun
  • Masa kanak-kanak 2 – 11 tahun
1.     Periode kanak-kanak permulaan, umur 2 -5 tahun
2.     Periode kanak-kanak pertengahan, umur 6 – 8 tahun
3.     Periode kanak-kanak akhir, umur 9 – 11 tahun
Praremaja 9 – 13 tahun
  • Masa remaja 11 -19 tahun
1.     a.      Remaja permulaan, 11 -13 tahun
2.     b.      Remaja pertengahan, 14 – 16 tahun
3.     c.       Remaja akhir, 17 – 19 tahun
Pemuda 19 – 22 tahun
  • Masa dewasa 20 – 81 tahun
1.     Dewasa permulaan, 20 – 29 tahun
2.     Dewasa pertengahan, 30 – 49 tahun\
3.     Dewasa, 50 -65 tahun
4.     Dewasa akhir, 66 – 80 tahun
5.     Tua,  > 81 tahun
6.     Aristoteles (384 – 322 SM)
Aristoteles
Aristoteles menggambarkan individu, sejak anak sampai dewasa itu ke dalam tiga tahapan. Setiap tahapan lamanya tujuh tahun, yaitu:
  • Tahap I          : dari 0 – 7 tahun, masa anak kecil atau masa bermain
  • Tahap II        : dari 7 – 14 tahun, masa anak masa sekolah rendah
  • Tahap III       : dari 14 – 21 tahun, masa remaja/pubertas, masa peralihan dari usia anak menjadi orang dewasa
Kretscmer
Kretscmer mengemukakan bahwa dari lahir sampai dewasa individu melewati empat tahap, yaitu:
  • Tahap I            : 0 – kira-kira 3 tahun;  Fullungs (pengisian) periode I; pada periode ini
anak kelihatan pendek gemuk.
  • Tahap II           : kira-kira 3 tahun – kira-kira 7 tahun;  Streckungs(rentangan) Periode
I, pada periode ini anak kelihatan langsing (memanjang/meninggi)
  • Tahap III         : kira-kira 7 tahun – kira-kira 13 tahun; Fullungs periode II, pada masa
ini anak kelihatan pendek gemuk kembali
  • Tahap IV         : kira-kira 13 tahun – kira-kira 20 tahun; Streckungs periode II, pada
periode ini anak kembali kelihatan langsing
Elizabeth Hurlock
Elizabeth Hurlock mengemukakan pemahaman perkembangan individu, yaitu:
  • Tahap I            : Fase prenatal (sebelum lahir), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran, yaitu sekitar 9 bulan atau 280 hari.
  • Tahap II           : Infancy (Orok), mulai lahir sampai usia 10 tahun 14 hari
  • Tahap III         :  babyhood (bayi), mulai dari 2 minggu sampai usia 2 tahun
  • Tahap IV         : Childhood (kanak-kanak), mulai 2 tahun sampai masa remaja (puber).
  • Tahap V           : Adolesence/puberty, mulai dari usia 11 atau 13 tahun sampai usia 21
tahun
a)      Adolesence, pada umumnya wanita usia 11 – 13 tahun sedangkan pria lebih lambat dari itu;
b)      Early adolescence, pada usia 16 – 17 tahun;
c)      Late adolescence, masa perkembangan yang terakhir sampai masa usia kuliah diperguruan tinggi
d.      Tahap Perkembangan

1.      Masa Kanak-kanak
Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat penting. Mengapa? Karena dalam rentang lima masa kanak-kanal (prenatal, masa bayi dan tatih, masa kanak-kanak pertama, masa kanak-kanak kedua, dan masa remaja), priabdi dan sikap seseorang dibentuk. Bila pada masa penting itu seseorang anak ”salah bentuk”, akibatnya bisa fatal. Hal ini kerap dilakukan orang tua, guru, atau orang dewasa karena mereka memiliki pengetahuan yang minim mengenai perkembangan anak.
Untuk mendapatkan wawasan yang jelas mengenai perkembangan anak, orang membagi masa perkembangan dalam beberapa periode. Adapun sebabnya ialah sebagai berikut: pada saat-saat perkembangan tertentu, anak-anak secara umum memperlihatkan ciri-ciri dan tingkah laku karakteristik yang hampir sama. Dalam ilmu jiwa perkembangan kita kenal beberapa pembagian masa-hidup, yang disebut sebagai fase atau perkembangan. Fase perkembangan ini mempunyai ciri-ciri yang relatif sama, berupa kesatuan-kesatuan peristiwa yang bulat.
Anak merupakan pelaku atau author yang bebas merdeka; yaitu leluasa memilih satu pola hidup tertentu, mengarah pada satu tujuan hidup tertentu pula. Namun selanjutnya anak akan memahami, bahwa kebebasannya pada hakekatnya dibatasi (ada limitasinya) oleh faktor-faktor hereditas atau pembawaan kodrati, dan dibatasi pula oleh kondisi-kondisi lingkungan hidupnya.
Menurut orang jerman bahwa hakekat perjuangan hidup anak manusia dan manusia dewasa ialah: “Thomme passe infiniment Thomme” = manusia itu tidak habis-habisnya berusaha mengatasi kemanusiaannya.
Perbedaan fisik serta psikis anak yang didukung pula oleh perbedaan sistem-nilai anak mengakibatkan perbedaan respons/reaksi masing-masing anak terhadap pengaruh lingkungan, usaha bimbingan, dan upaya pendidikan. Tercapainya martabat-manusiawi dan kedewasaan itu tidak berlangsung secara otomatis dengan kekuatan sendiri; akan tetapi senantiasa berkembang dengan bantuan orang dewasa. Perkembangan yang sehat akan berlangsung, jika kombinasi dari fasilitas yang diberikan oleh lingkungan dan potensialitas kodrati anak bisa mendorong berfungsinya segenap kemampuan anak.
unsur dinamisme merupakan ciri pokok pada individu anak yang sehat. Jadi, hidup ini berisikan usaha-usaha yang berkesinambungan dan tidak pernah berhenti, karena organisme manusia dilengkapi dengan impuls-impuls untuk memobilisir segenap potensi agar bisa berfungsi sepenuhnya. Sejak masa bayi, anak senantiasa menunjukkan usaha untuk maju dengan bantuan segenap peralatan fisik dan psikisnya, untuk mencapai kemungkinan-kemungkinan baru yang terletak di depannya. Pada saat itu terlihat adanya selingan di antara cepat dan lambatnya perkembangan, yang kurang lebih tetap konstan sifatnya. Inilah yang disebut sebagai irama perkembangan.
Dalam usaha mempelajari macam-macam kesanggupan baru itu anak dijiwai oleh entusiasme atau kegairahan yang amat besar. Lambat laun, dalam proses pertumbuhannya, suatu peristiwa yang dianggap baru dan mencekam segenap minat serta hatinya, lalu jadi tidak menarik perhatiannya lagi. Sebab ketrampilan baru tadi sudah jadi bagian dari totalitas pola tingkah lakunya, yang kini sudah jadi “otomatis”, bahkan kurang dihayati secara sadar.
Salah satu sukses dalam usah perjuangan seorang ondividu yang matang itu ialah: kemampuan untuk memikul duka derita dalam perjuangannya. Luka lara.
Maka dalam perkembangan anak itu terdapat apa yang disebut sebagai saat-saat kritis, di mana bisa berlangsung titik patah/breaking point. Pada peristiwa sedemikian pengalaman-pengalaman tertentu akan meninggalkan akibat buruk berupa cedera rokhaniah yang parah pada anak, yang sukar dipulihkan.
Suami istri Clara dan William Stern membagi perkembangan bahasa anak yang normal dalam 4 periode perkembangan yaitu:
1.     Masa pertama k.l 12-18 bulan. Stadium kalimat-satu-kata. Satu perkataan dimaksudkan untuk mengungkapkan satu perasaan atau satu keinginan.
2.     Masa kedua: 18-24 bulan. Mengalami stadium-nama. Pada saat ini timbul kesadaran bahwa setiap benda mempunyai nama. Jadi ada kesadaran tentang bahasa.
3.     Masa ketiga: 24-30 bulan. Mengalami stadium-flexi, (flexi, flexico = menafsirkan, mengikrabkan kata-kata).
4.     Masa keempat. Mulai usia 30 bulan keatas, stadium anak kalimat.
Anak-anak yang kidal, apabila ia dipaksakan untuk menggunakan tangan kanannya, bisa mengalami trauma psikis dan menjadi gagap. Waktu bayi itu lahir, dia merupakan “subyek dengan dunianya sendiri” yang melingkupi DIRI sendiri saja. Mengingat perkembangan anak yang amat pesat pada usia sekolah, dan mengingat bahwa lingkungan keluarga sekarang tidak lagi mampu memberikan seluruh fasilitas untuk mengembangkan fungsi-fungsi anak terutama fungsi intelektual dalam mengejar kemajuan zaman modern maka anak memerlukan satu lingkungan sosial yang baru yang lebih luas; berupa sekolahan, untuk mengembangkan semua potensinya.
Dalam perkembangan jiwani anak, pengamatan menduduki tempat yang sangat penting. Beberapa teori mengenai fungsi pengamatan ini dipaparkan oleh Meumann, Stern dan Oswald Kroh. Pengamatan anak selama periode sekolah rendah itu berlangsung sebagai berikut:
–          Dimulai dari pengalamatan kompleks totalitas, menuju pada bagian-bagian/onderdil
–          Berangkat dari sikap pasif menerima, menuju pada sikap pamahaman: aktif, mendekati, dan mencoba mengerti
–          Bertitik tolak dari AKU, menuju kepada obyek-obyek dunia sekitar dan milieunya
–          Dari dunia fantasi menuju ke dunia realitas
Usia 5-11 tahun disebut pula sebagai masa latensi (latensi latens, latere = tersembunyi, belum muncul, masih terikat). Pada periode ini macam-macam potensi dan kemampuan anak masih bersifat “tersimpan”, belum mekar, belum terpakai. Maka akhir masa latensi itu disebut sebagai masa pueral atau pra-pubertas.
2.      Masa Remaja

Masa pra-pubertas ini ditandai oleh perkembangannya tenaga fisik yang melimpah-limpah. Keadaan tersebut menyebabkan tingkah laku anak kelihatan kasar, canggung, brandalan, kurang sopan, liar dan lain-lain. Periode percepatan tumbuh dengan bertambahnya berat badan dan panjang tubuh dengan ukuran tidak konstan ini pada umumnya berlangsung pada usia 11-15 tahun pada anak-anak gadis, dan umur 13-18 tahun pada anak-anak laki. Peningkatan aktivitas tersebut bukannya berarti peningkatan agresivitas anak; akan tetapi Semua kegiatan itu dimungkinkan oleh adanya prinsip perkembangan yang aktif –dinamis pada anak.
Anak-anak laki-laki dan anak perempuan yang berkumpul bersama-sama pada usia ini lebih banyak didorong loleh faktor rasa-ingin-tahu (curiousity); dan bukan oleh masalah-masalah seksual. Aktifitas mereka bersifat netral. Bahkan ada kalanya bersifat “ofensif”; yaitu saling mengganggu , saling berolok-olok, bahkan kadang-kadang juga melakukan perkelahian.
Pada usia pubertas tersebut muncul pula aspirasi-aspirasi (peranan, usaha peningkatan), impian-impian hidup, dan cita-cita paling mulia tinggi. Tapi sebaliknya mungkin pula dibarengi timbulnya nafsu-nafsu rendah dan fikiran-fikiran yang paling inferior pada anak puber.
Identifikasi bisa bermanfaat, karena bisa memperkokoh perkembangan AKU dan kepribadian anak, serta memberikan spirit kegairahan. Sedang tanpa identifikasi sama sekali, pribadi menjadi lemah, bisa jadi inferior, dan akan timbul banyak kecemasan serta macam-macam gejala neurotis (neuron = syaraf; neurotis = gangguan pada syaraf). Oleh karena itu proses identifikasi memainkan peranan besar bagi lancar tidaknya relasi anak muda terhadap orang tua, dan komunikasinya dengan lingkungan sosial yang lebih luas.
Proses organis paling penting pada masa pubertas ini ialah: kematangan seksual. Kematangan seksual yang normal berlangsung pada usia k. l. 12 sampai 18 tahun. Namun ada kalanya kematangan seksual ini berlangsung lebih cepat atau lebih lambat dari usia 12-18 tahun. Sebab-musabab percepatan atau kelambatan itu belum dapat diterangka dengan jelas.
Kematangan seksual atau kematangan fungsi jasmaniah yang biologis ini berupa kematangan kelenjar kelamin, yakni testes (buah zakar, kelepir) untuk anak laki-laki, dan ovarium (indung telur) pada anak-anak gadis; beserta membesarnya alat-alat kelamin. Sebelumnya peristiwa tadi didahului oleh tanda-tanda kelamin sekunder. Tanda-tanda kelamin sekunder antara lain berupa: gangguan peredaran darah, jantung sering berdebar-debar, cepat menggigil, mudah capai, kepekaan pada susunan syaraf; juga pertumbuhan rambut pada alat kelamin dan ketiak, tumbuhnya cambang dan kumis pada anak laki-laki, dan perubahan suara. Sedang pada anak-anak gadis berlangsung meluasnya/melebarnya dada, tumbuhnya payudara, penebalan lapisan lemak disekitar pinggul, paha dan perut.
  • Perkembangan Psikologi Remaja
Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui. Bila seseorang gagal melalui tugas perkembangan pada usia yang sebenarnya maka pada tahap perkembangan berikutnya akan terjadi masalah pada diri seseorang tersebut. Untuk mengenal kepribadian remaja perlu diketahui tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain:Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya secara efektif
Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu. Misalnya si Ani merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Ani akan berusaha sekuat tenaga untuk memutihkan kulitnya. Perilaku Ani yang demikian tentu menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mungkin Ani akan selalu menolak bila diajak ke pesta oleh temannya sehingga lama-kelamaan Ani tidak memiliki teman, dan sebagainya.
Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orangtua. Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku “pemberontakan” dan melawan keinginan orangtua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah , maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Tentu saja hal tersebut akan membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orangtua sehingga remaja justru lebih percaya pada teman-temannya yang senasib dengannya. Jika orangtua tidak menyadari akan pentingnya tugas perkembangan ini, maka remaja Anda dalam kesulitan besar.
Remaja mampu bergaul lebih matang dengan kedua jenis kelamin. Pada masa remaja, remaja sudah seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan.Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini. Ada sebagaian besar remaja yang tetap tidak berani bergaul dengan lawan jenisnya sampai akhir usia remaja. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakmatangan dalam tugas perkembangan remaja tersebut.
Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri, Banyak remaja yang belum mengetahui kemampuannya. Bila remaja ditanya mengenai kelebihan dan kekurangannya pasti mereka akan lebih cepat menjawab tentang kekurangan yang dimilikinya dibandingkan dengan kelebihan yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja tersebut belum mengenal kemampuan dirinya sendiri. Bila hal tersebut tidak diselesaikan pada masa remaja ini tentu saja akan menjadi masalah untuk tugas perkembangan selanjutnya (masa dewasa atau bahkan sampai tua sekalipun).
Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma. Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat maupun dari bintang-bintang yang dikaguminya. Dari skala nilai dan norma yang diperolehnya akan membentuk suatu konsep mengenai harus menjadi seperti siapakah “aku” ?, sehingga hal tersebut dijadikan pegangan dalam mengendalikan gejolak dorongan dalam dirinya.
1. Periode Pueral (Prapubertas, Awal Pubertas)
Sulit untuk menentukan usia berapa dan kapan masa pueral ini dimulai. Ada ahli-ahli yang mengemukakan usia 10 – 12 Tahun, ada yang 12 – 14 tahun. Namun, bias dinyatakan bahwa gejala-gejala prueral itu bias berkelanjutan sampai jauh melampaui masa pubertas.
Anak puer disebut juga sebagai anak besar, yang tidak mau dianggap “kanak-kanak dan kecil” lagi. Namun, belum bias meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Sikap hidup anak puer iturealistis dan sadar “nuchter”. Ia belum memperdalam isi kejiwaannya sendiri, tapi lebih menegok ke dunia luar. Mereka kecenderungan untuk melepaskan diri dari identifikasi lama, mulai bersikap kritis terhadap orang tuanya, melebihlebihkan kemampuan sendiri dan berusaha keras untuk berbeda denga orang tuanya.
Kontak relasi anak puer dengan kawan-kawannya asalah sifat yang masih primitive dan masih longgar. Pada masa ini relasi diantara  anak-anak gadis dengan pemuda-pemuda cilik sifatnya masih non-seksual. Anak-anak laki-laki dan anakperempuan yang berkumpul bersama-sama lebih banyak didorong oleh rasa keingintahuan dan bukan oleh masalah-masalah seksual. Aktivitas mereka bersifat netral bahkan ada kalanya bersifat ofensif yaitu saling mengganggu, saling berolok-olok, bahkan kadang-kadang juga melakukan perkelahian. Kejadian sedemikian ini disebabkan oleh timbulnya :
–          Dorongan untuk merealisasi mdiri
–          Dorongan untuk mempertahankan aku-nya
–          Keinginan menjadi dewasa, dan
–          Hasrat berprestasi
2. Masa Pubertas Awal
Masa pubertas awal atau masa pubertas merupakan satu periode yang segera akan dilanjutkan oleh masa adolesensi yang disebut pula sebagai masa pubertas lanjut. Masa pubertas sama halnya denga masa pueral yang tidak dapat dipastikan kapan dimulai dan berakhirnya. Beberapa pendapat  menyatakan bahea masa pubertas dimulai pada usia kurang lebih 14 tahun dan akan berakhir pada usia kurang lebih 17 tahun. Namun pubertas anak gadis pada umumnya berlangsung lebih awal daripada anak laki-laki.
Kepribadian pada anak puber masih banyak terdapat unsur kekanak-kanakan. Namun pada masa puber ini muncul unsur baru, yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan batiniah sendiri, sekaligus perkuatan dari rasa aku. Pada usia ini mulai muncul sifat-sifat khas perempuan dan laki-laki, yaitu sifat pasif-menerima pada perempuan dan sifat aktif berbuat pada laki-laki. Oleh karena itu penampakan tingkah laku anak laki-laki kelihatan lebih hebat dan meledak-ledak. Prilaku gadis-gadis puber terlihat lebih terkendali oleh perasaa dan terikat pada tradisi serta peraturan-peraturan keluarga.
Pada masa puber ini mulai timbul minat dan emosi heteroseksual, yaitu tertarik pada lawan jenisnya. Disamping perasaan homoseksual terhadap ayah/ibu dan kawan-kawan sejenis. Namun pada usia puber ini terjalin relasi segitiga atau relasi  triangulaire.
  • Bagi seorang anak gadis:
–       Ada unsur cinta diri (selflove)
–       Ada obyek cinta “homoseksual” dalam wujud pribadi ibu sendiri atau seorang kawan gadis
–       Obyek cinta “heteroseksual” dalam wujud seorang pria/laki-laki
  • Bagi seorang anak laki-laki:
–       Ada unsur cinta diri (selflove)
–       Ada obyek cinta “homoseksual” dalam wujud pribadi ayah sendiri atau seorang kawan laki-laki
–       Obyek cinta “heteroseksual” dalam wujud seorang gadis
Oleh karena itu, relasi anak puber lebih bersifat biseksual, yaitu cinta baik kepada seorang pria maupun wanita.
Pada masa puber keinginan untuk melepaskan diri dari ikatan orang tua semakin kuat sehingga ada kalanya seorang anak bertingkah laku memberontak dan melarikan diri dari rumah. Pada umumnya usaha melarika diri dari rumah disebabkan oleh
  • Kerisaun seksual
  • Kurangnya kemampuan untuk mengontrol dan mengendalikan diri terutama emosi-emosinya.
  • Ketidakstabilan psikis
  • Konflik-konflik intern/batin yang sangat kuat
  • Kebimbangan-kebimbangan karena belum menemukan norma yang mantap
Sehubungan dengan hal diatas, masa pubertas itu biasa disebutkan sebagai “edisi kedua dari masa kanak-kanak”, yang menonjolkan unsur keragu-raguan dalam memilih obyek cintanya.
3. Masa Adolesensi (adolescence, pasca remaja)
Dengan selesainya masa pubertas awal, masuklah anak ke dalam periode kelanjutkannya, yaitu masa pubertas akhir atau pasca remaja/adolesensi.  Masa adolesensi ini oleh Sigmund Freud disebut sebagai “Edisi kedua dari situasi Oedipus”. Sebab relasi anak muda pada usia ini masih mengandung banyak konflik antara isi psikis yang kontrakdiktif, terutama sekali konflik pada relasi anak muda dengan orang tua dan obyek cintanya.
Menurut banyak ahli ilmu jiwa, batas waktu adolesensi itu ialah 17 – 19 tahun atau 17-21 tahun. Perbedaan karakteristik antara tiga fase yaitu pra-pubertas/pueral, pubertas (awal), dan adolesensi atau pubertas akhir itu antara lain ialah sebagai berikut
1.     Pada masa pra-pubertas (masa negative, Verneinung, Trotzalter kedua), anak sering merasakan: bingung, cemas, takut, gelisah, gelap hati, bimbang ragu, risau , sedih, sara minder, melawan rasa “besar-dewasa-super”,dan lain-lain. Anak tidak tahu sebab-sebab dari macam-macam perasaan kontradiktif yang menimbulkan banyak kerisauan hatinya.
2.     Pada masa pubertas, anak muda menginginkan/mendambahkan sesuatu, dan mencari-cari sesuatu. Namun apa sebenarnya “sesuatu” yang diharapkan dan dicari itu, dia sendiri tidak tahu. Anak muda sering merasa sunyi hati, dan menduga ia tidak mengerti orang lain dan tidak dimengerti oleh pihak luar.
3.     Pada masa adolesensi, anak muda mulai merasa mantap, stabil. Dia mulai mengenalaku-nya, dan ingin hidup dengan pola hidup yang digaransikan sendiri, dengan itikad baik dan keberanian. Dia mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Ia mempunyai pendirian tertentu berdasarkan suatu pola hidup yang jelas yang baru ditemukannya.
Pada masa adolesensi anak muda mulai menemukan nilai-nilai hidup dirinya, sehingga makin jelaslah pemahaman tentang keadaan dirinya. Dia mulai berdifat kritis terhadap obyek-obyek diluar dirinya dan ia mampu mengambil sintese antara tanggapan dunia luar dengan dunia intrern.
Dalam perkembangan anak pada masa adolesensi dihadapkan pada banyak masalah baru dan kesulitan yang kompleks. Antara lain berupa:
1.     Anak muda belajar berdiri sendiri dalam suasana kebebasan
2.     Beruasaha melepaskan ikatan-ikatan efektif lama dengan orang tua dan obyek-obyek cintanya
3.     Berusaha membangun relasi-relasi perasaan yang baru
Emosi anak adolesens  lebih terarah kedalam, pada kehidupan batiniah sendiri dan narsistis adalah sifat cinta diri yang mementingkan diri sendirinya sendiri yang sudah dimiliki pada masa ini. Tugas utama anak adolesens ialah mengatasai benturan-benturan batin dengan tabah dan menciptakan harmoni diantara dua duinia yang bertentangan.
Wiliam kay mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja itu sebagai berikut:
a)      Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
b)      Mencapai kemandirian emosional dari orang tuaatau figure-figur yang mempunyai otoritas
c)      Mengembangkan keterampilan komukikasi interpersonaldan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok
d)     Menemukan manusia model yang dijadiakan identitasnya
e)      Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuan sendiri
f)       Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai , prinsip-prinsi atau falsafah hidup (Weltanschauung)
g)      Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanak-kanakan.
Selain tugas-tugas perkembangan, kita juga harus mengenal ciri-ciri khusus pada remaja, antara lain:
–          Pertumbuhan Fisik yang sangat Cepat
–          Emosinya tidak stabil
–          Perkembangan Seksual sangat menonjol
–          Cara berfikirnya bersifat kausalitas (hukum sebab akibat)
–          Terikat erat dengan kelompoknya
3.        Masa Dewasa (Kedewasaan)
Tujuan perkembangan ialah menjadi manusia dewasa yang sanggup bertanggung jawab sendiri dan berdiri sendiri/mandiri. Setelah masa adolesensi sampailah pada masa kedewasaan, dimana dia diharapkan bias mendidik diri sendiri. Dalam pengertian:
–          Mampu menentukan sikap
–          Bias memilih arah dan tujuan hidupnya
–          Secara kosekuen mencapai tujuan hidupnya
Setiap kedudayaan dapat membuat perbedaan usia seseorang dapat dikatakan dewasa secara resmi, yang pada umumnya didasarkan pada perubahan-perubahan fisik dan psikologis tertentu. Dalam hal ini Elisabet Hurlock (1996)  membagi masa dewasa menjadi tiga periode, yaitu
  • Masa dewasa awal (usia 18 – 40 tahun)
  • Masa dewasa madya (usia 40 – 60 tahun)
  • Masa dewasa akhir (usia 60 keatas hingga meninggal)
a)      Masa Dewasa Awal
Masa dewasa awal menurut Elisabeth Hurlock, dimulai dari 18 tahun sampai kira-kira 40 tahun. Saat perubahan-perubahan fisik dan psikologi yang menyertai berkurangnya kemampuan repruduktif. Definisi masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru.
1)      Ciri-ciri masa dewasa awal menurut Hurlock
–          masa pengaturan
–          masa reproduktif
–          masa bermasalah
–          masa ketegangan emosional
–          masa keterasingan sosial
–          masa komitmen
–          masa ketergantungan
–          masa perubahan nilai
–          masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru
–          masa kreatif
2)      Tugas perkembangan masa dewasa awal menurut Havighurst  (1983)
–          memiliki teman bergaul (sebagai calon suami atau istri)
–          belajar hidup bersama dengan suami atau istri
–          mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
–          dituntut adanya kesamaan cara serta sepaham di dalam keluarga
–          mengelola rumah tangga
–          mulai bekerja dalam suatu jabatan
–          mulai bertanggung jawab sebagai warga Negara secara layak
–          memperoleh kelompok sosial yang seirama dengan nilai-nilai atau pahamnya.
b)      Masa Dewasa Madya
Pada umumnya masa dewasa madya (usia madya) atau masa setengah baya dipandang sebagai masa usia antara 40 – 60 tahun. Masa tersbut pada akhirnya akan ditandai oleh perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan fisik, sering [ula diikiti oleh penurunan daya ingat.
Masa dewasa madya merupakan masa transisi dimana pria dan wanita mulai meninggalkan cirri-ciri jasmani san plrilaku masa dewasanya. Tahun-tahun ini merupakan masa puncak dimana kondisi kesejahteraan psikologis, kesehatan, produktivitas dan keterlibatan dalam masyarakat sangat optimal.
1)      Ciri-ciri masa dewasa madya
–          ketakutan akan memasuki masa ini
–          masa transisi
–          masa stress
–          masa yang berbahaya
–          masa canggung
–          masa berprestasi
–          masa evalusi
–          masa sepi
2)      Tugas-tugas perkembangan masa usia madya
–          menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dan fisiologis
–          menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu
–          mambantu anak-anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan berbahagia
–          mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerjaan
–          mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang dewasa
–          mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara secara penuh
c)      Masa Dewasa Akhir
Pada masa dewasa akhir ini kemampuan kognitif, seperti memori, kreativitas, intelegensi dan kemampuan belajar pada umumnya mulai mengalami penurunan. Terkadang mereka kurang mampu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatannya.
d)     Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Masa Dewasa

1)      Kekuatan fisik
2)      Kemampuan motorik
3)      Kemampuan mental
4)      Motivasi untuk berkembang
5)      Model peran








BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Anak didik adalah objek sasaran dalam proses belajar mengajar sebagai manusia individu yang memiliki perilaku, karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu sama lain, maka dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memperhatikan faktor psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui belajar mengajar, tidak dapat dipisahkan dari psikologi.
Psikologi Pendidikan dan Psikologi Perkembangan mempelajari perubahan-perubahan fisik maupun tingkah laku individu dalam lingkungan masyarakat, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun situasi pendidikan  yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar yang dapat membantu individu berkembang untuk menjadi manusia dewasa yang sanggup bertanggung jawab sendiri dan berdiri sendiri/mandiri.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Munawar Sholeh. Psikologi Perkembangan. Edisi revisi, Cetakan II. Jakarta,  2005.
Ali, Mohammad dan Mohammad asroro.2004. PSIKOLOGI REMAJA Perkembangan Peserta didik.Jakarta: PT Bumi Aksara
Desmita. Psikologi Perkembangan. Cetakan pertama. Badung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.
Kartono, kartini. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung:Mandar Maju, 2007.
Prayitno, elida. Psikologi perkembangan.jakarta:Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. 1991.
Yusuf LN, H. Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.


di ambil dari : https://christianyonathanlokas.wordpress.com/2013/09/08/perkembangan-peserta-didik-dan-psikologi-pendidikan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar